Langsung ke konten utama

EKSISTENSI HMI DAN ANCAMAN KELOMPOK ANTI KEBHINEKAAN





Assalamualaikum wr.wb

70 tahun sudah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) berkiprah serta turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai apa yang ditujukan dalam UUD 1945. Perjuangan demi perjuangan telah dilewati oleh HMI dalam sejarah perkembangan bangsa, Mulai dari ikut serta mengangkat senjata mengusir penjajah, menghadapi hegemoni ideologi komunis, serta keterlibatannya dalam meruntuhkan rezim otoriter. Seakan menjadi tidak komprehensif membahas sejarah perkembangan bangsa tanpa melibatkan HMI.
            HMI dalam perkembangan bangsa memiliki peran penting, tidak hanya mulai dari sumbangsih gagasannya tetapi juga peran aktif dalam mendidik dan memberikan pendampingan terhadap masyarakat indonesia. Hal ini terangkum dalam tujuan HMI yaitu Terbinanya Insan Akademis Pencipta Pengabdi Yang Bernafaskan Islam dan Bertanggung Jawab Atas Terwujudnya Masyarakat Adil Makmur Yang Diridhoi ALLAH SWT. Sehingga, menjadi keharusan oleh semua Kader HMI untuk bertanggung jawab dalam merawat kehidupan berbangsa dan bernegara.
            Tidak heran, banyak tokoh bangsa yang berasal dari HMI katakanlah saat ini Wakil Presiden Jusuf Kalla dan beberapa tokoh penting seperti Yusril Ihza Mahendra, Akbar Tandjung, Abdullah Hehamahua, Mahfud MD, Abraham Samad, Anies Baswedan, Dll. Ini menjelaskan bahwa dalam proses BerHMI mereka dituntut untuk menjadi Insan Kamil (Manusia Sempurna). Dalam perkembangannya HMI Selalu hadir mengisi kursi-kursi kekuasaan baik di Eksekutif,Legislatif maupun Yudikatif. Hingga muncul sebutan bahwa dari Tukang sapu sampai Wakil Presidenpun HMI selalu ada.
            Namun, Romantisme masa lalu seakan mulai mengubah cara pandang kader terhadap HMI. Munculnya berita-berita mengenai kader HMI baik dalam kerusuhan Kongres HMI, Aksi demo yang berujung vandalis Menjadi hantaman keras terhadap nama HMI. Terlihat dari eksistesi HMI dikampus-kampus mulai menurun, beberapa kader lebih berorietasi kepada politik praktis, sikap-sikap kader lebih disebabkan karena imbalan materi. Ini menjadi problem disaat anak muda yang dituntut menjadi kaum intelektual yang bermanfaat bagi masyarakat malah cenderung terhadap sesuatu yang pragmatis. Ini tentu menjadi kritik terhadap HMI atas sikap yang individualis dan jauh dari Tujuan.
            Namun Sejatinya, HMI memiliki potensi besar sebagai perawat, penjaga cita-cita bangsa. Berbekal jutaan Alumni dan ratusan ribu kader yang tersebar diseluruh nusantara, HMI mampu menjadi organisasi terdepan dalam menyelesaikan tugas-tugas reformasi, serta menjadi pelopor atas penguatan masyarakat sipil dan menjadi ladang untuk mempersiapkan kaum intelektual masa depan. Perlu diketahui bahwa HMI dibangun dengan cita-cita besar, ia dibekali dengan pondasi pemikiran besar dan melampaui zaman. Tentu tugas kita  sebagai kader untuk  merawat, menjaga, mewujudkan dan memperbaharui cita-cita itu.
            HMI mempunyai semua yang dibutuhkan bangsa untuk merawat apa yang menjadi cita-cita para pendiri bangsa. Misalnya, ditengah hiruk-piruk fenomena kerusuhan agama dan kentalnya intoleransi, Sekarang kita analisis masalah itu. Sebenarnya, Faktor utama yang menjadi problem dalam fenomena intoleransi, maupun kerusuhan agama disebabkan oleh Umat berAgama bukan oleh Agama. Kalau jaman dulu disaat negara ini dikuasai rezim Soeharto, para aktivis agama ini lebih memilih untuk tiarap. Setelah masuk era Reformasi, dimana muncul Demokratisasi, Liberalisasi, baru semua bentuk ekspresi muncul dan menjadi peluang untuk terciptanya  konflik agama. Faktor ke dua yang menjadi akar sebab kerusuhan agama adalah Pemahaman yang berbeda, sekte-sekte dari aliran islam menjadi penyebab percikan konflik pada sesama agama, yang menjadi kekhawatiran penulis bisa jadi lama kelamaan agama menjadi alasan perbuatan kekerasan karena beda aliran, yang menjadi sebab disintegrasi agama. Faktor ke tiga adalah kita tidak memahami apa yg ada didepan kita istilah lainnya adalah tak kenal maka tak sayang. Sehingga, ketidaktahuan melihat komunitas lain membuat timbul sikap intoleransi, dan karena itu juga muncul orang yang toleran terhadap intoleransi, ini yang menjadi pemicu yang memperparah keadaan.
            Dengan begitu, apa makna Pancasila hanya mejadi pepesan kosong?. Kesaktian dalam pancasila hanya mejadi ucapan, bukan dalam bentuk implementasi. Pancasila, NKRI Kebhinekaan, UUD 1945 seharusnya menjadi alat refleksi untuk mengukur bagaimana kondisi kejiwaan kebangsaan kita saat ini menjadi lebih luas atau sempit? Secara faktual kondisi kejiwaan bangsa kita menyempit.  Apa yang menjadi Tuntutan pancasila tidak kita indahkan sebagai alat untuk merawat kecerdasan bangsa dan moral leluhur bangsa.
            Padahal, dalam sejarahnya sila Ketuhanan yang maha esa dalam apa yang dipahamkan oleh soekarno adalah ketuhanan yang berkeadaban yaitu ketuhanan yang tidak fanatis, tidak  egois, tidak fundamentalis , Sebuah Nilai keTuhanan yang menjadikan agama adalah sesuatu yang patut ditoleransi dan setiap warga negara memiliki kebebasan untuk meyakini agama/kepercayaan masing-masing. Bahkan seperti Bung Hatta dalam perdebataan soal tujuh kata dalam piagam jakarta dia mengatakan “yang saya pahami tentang Nabi Muhammad adalah soal kedamaian” . Jadi kalau kita lihat sejarahnya Para pendiri bangsa kita punya kecenderungan sangat baik dalam menerjemahkan agama dalam konteks kebangsaan.  Sehingga, kemudian KeIslaman dan KeIndonesia itu tidak bertentangan, bahkan dalam konteks tertentu saat kita bicara kemanusia pehaman seperti ini nyambung. Masalahnya, sekarang muncul kelompok kecil yang ekstrim dan membuat gaduh. Kedepannya kita butuh sesuatu yang tidak hanya nilai-nilai yg sudah bertebaran tetapi juga kebijakan publik pemerintah yang ekplisit untuk memberikan kebebasan beragama terhadap aliran-aliran baik dalam islam sendiri maupun agama lain untuk mencegah perseteruan dalam satu agama maupun agama lain akibat sekte-sekte yang mencul ditengah masyarakat.
            Terlepas semua itu, Problem seperti ini kan sudah tuntas di HMI. Hampir semua permasalah yang disebutkan diatas ada didalam HMI, mulai dari kader yang berlatar belakang aliran tertentu dalam Islamnya, ideologinya dll. Keberagaman itu dikelola secara baik oleh HMI menjadi sebuah kekayaan dan Kebebasaan, karena keberagaman itu pula yang menjadikan Kader HMI lebih unggul dalam wawasan keAgamaan. Oleh karena itu, penulis melihat bahwa potensi kader HMI dan Alumni dapat mampu mencerdaskan kehidupan bangsa serta unggul dalam meciptakan Generasi Intelektual Untuk Bangsa dan Negara, lewat penguatan Civil Islam dan Civil Society. Yakin Usaha Sampai.
Wassalamualaikum Wr.wb

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FENOMENA CALON INDEPENDEN TERHADAP ISU DEPARPOLISASI PADA PILKADA DKI JAKARTA 2017

Deparpolisasi menurut KBBI adalah pengurangan jumlah partai politik [1] , secara umum deparpolisasi dapat diartikan sebagai berkurangnya peran-peran partai politik bahkan peniadaan partai politik. Dalam dunia perpolitikan, negara tentu mengharapkan pemilu yang demokratis karenanya partisipasi politik warganegara adalah sebuah kebutuhan. Demokrasi tanpa keikutsertaan rakyat adalah sesuatu yang nihil. Keterlibatan serta partisipasi rakyat diharapkan dapat menentukan arah kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan berbagai persoalan negara, terutama menyangkut kepentingan rakyat umum (banyak). Menyangkut pernyataan diatas, bahwa pemilu dapat diartikan sebagai hal yang sangat sakral karena disanalah nasib dari jutaan masyarakat disuatu wilayah ditentukan oleh siapa pemimpinnya. Dalam kontestasi politik tentu partai politik sengat gencar dalam mengkampanyekan kader terbaiknnya agar dapat dipilih oleh rakyat. Tetapi, seiring berjalannya waktu banyak kader dari partai politik yang gag

BINATANG BERTUBUH MANUSIA

Assalamualaikum Wr.Wb Dalam tulisan ini penulis akan membahas fenomena-fenomena politik didalam sebuah kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Kita tentu mengenal masa transisi jabatan dalam sebuah pemerintahan, Pergantian kekuasaan dari periode yang awal ke periode yang selanjutnya. Dalam hal ini, proses penetapan calon-calon yang akan duduk sebagai jajaran pemerintahan baru sudah sangat jelas dilakukan oleh Kelompok, baik partai dsb. Yang perlu diperhatikan, proses penetapan calon tersebut bukanlah dengan cara sembarangan, perlu proses seleksi yang sangat rumit agar muncul calon-calon yang benar-benar berkompeten dan mempunyai track record yang jelas. Karena kalau tidak, pemerintahan itu nantinya akan berjalan seperti halnya sesorang yang amatiran. Itulah hal ideal dalam sebuah proses penetapan jajaran pemerintahan.             Tetapi disisi lain, Realitas yang terjadi mengatakan sebaliknya meskipun tidak general. Banyak didaerah-daerah tertentu pemerintahan dipegang oleh seor

Era Post Truth dan masa depan politik indonesia

Oleh Anak Agung MIP Menelisik beberapa kejadian yang sering muncul akhir-akhir ini, entah kebiasaan netizen di media sosial (semisal twitter, Facebook,IG) tentang ujaran-ujaran yang tidak koheren dengan realitas yang ada, menyebabkan stigma berkembang lebih cepat dan tidak terkontrol. Sampai mengkontruksi masyarakat untuk berfikir secara dangkal dan tidak kritis. Akibatnya, segala diskursus publik kepada masyarakat, diarahkan menuju hal-hal yang tidak substansial. Publik dibiasakan melihat masalah sebatas apa yang ditangkap oleh indrawi, tidak diajarkan untuk menggunakan mata akal. Sehingga, segala problematika yang tersodorkan di media tidak pernah disikapi secara kritis oleh masyarakat kita. Jarang sekali penalaran publik sampai ke dasar permasalahan, karena ketidakmampuan akal untuk melihat sisi yang hanya bisa dideteksi oleh mata akal; bukan indra mata. Lalu kita bertanya, kenapa bisa begitu? Jika kita cek secara teoritis, kemunduran akal tersebut biasanya dikataka