Langsung ke konten utama

DEGRADASI DEMOKRASI DI INDONESIA




Dewasa ini kita sering mendengar istilah kata demokrasi. Demokrasi menjadi sistem negara dalam menyelenggarakan pemerintahan. Demokrasi adalah sistem kekuasaan dimana penguasa tertinggi ada pada rakyat (Demokrasi Sebuah Pengantar,Richard M. Ketchum,2004). Rakyat yang berhak menuntut keadilan, menuntut kesejahteraan dan itu dilegalkan dalam UUD 1945.
Akan tetapi, dewasa ini dapat kita amati bahwa demokrasi seolah tidak berjalan dengan baik di republik ini. Banyak sekali penindasan orang, banyak sekali ketidakadilan terhadap orang-orang, bahkan banyak kematian karena orang-orang yang terlalu miskin untuk hidup sehari-hari. Mengapa ini bisa terjadi? Mari kita lihat fenomena politik dimasa lalu disaat republik ini sedang dalam krisis ekonomi dan terjadi demonstrasi besar-besaran menuntut mundurnya rezim soeharto yang sudah berkuasa hampir selama 32 tahun.
Saya akan lebih condong pada penggalian kenapa dimasa ini demokrasi tidak mampu menuntun bangsa pada kesejahteraan, keadilan,dsb?
            Kita tahu bahwa demokrasi adalah sebuah sistem yang lahir dari ideologi liberal, dimana dalam ideologi liberal itu kita mengetahui bahwa ada nilai-nilai yang menjadi pendukung ideologi liberal itu sendiri yaitu Individualisme, Kebebasan, Rasionalisme, Konsumerisme (gaya hidup)/ Hedonisme (Gaya hidup). Semua nilai ini identik dengan dunia modern di barat.
            Entah apa yang akhirnya terjadi pada pelaku sejarah bangsa ini. Ditengah hiruk piruk krisis dengan tekanan politik yang sangat kuat, bangsa ini seolah gugup dan gagap dalam menyiapkan sistem pemerintahan yang akan mendatang, karena gugupnya ini akhirnya negara menerapkan sistem demokrasi dari barat dan di instal pada folder Komunal. Mengapa saya katakan komunal? Sekarang saya akan membedah sejarah bangsa ini.
            Kita tentu paham bahwa bangsa ini lahir dari sebuah perjuangan para pahlawan yang tersebar diseluruh Nusantara, memiliki perbedaan baik itu dalam etnis, agama, budaya dll,. Lalu karena menyadari akan kesamaan tujuan dan cita-cita akhirnya perbedaan itu menjadi kesatuan kekuatan yang akhirnya tercermin dalam kalimat “ Bhineka tunggal Ika” berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Dirangkul dalam ideologi pancasila yang telah menjadi konsensus kesadaran nyata akan prinsip kehidupan bernegara dan bermasyarakat, yang akhirnya mengantarkan bangsa pada pintu kemerdekaan. Tentu semua sepakat bahwa negara ini sejak lama ditanami dengan nilai gotong royong, Peduli akan sesama, sopan dan santun, dan berjiwa toleransi.
Lantas menyadari hal ini, kenapa bangsa ini menerapkan sistem demokrasi yang dimana telah kita sadari bahwa secara nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah sangat berlawanan(Islam yang memihak,Moeslim Abdurrahman,2012). Karena itulah wajar jika terjadi konflik antar etnis pada saat itu, bahkan banyak muncul gerakan-gerakan separatisme di papua, ,maluku, aceh dsb. Tak terkecuali masalah sosial masyarakat seperti kemiskinan, Kesehatan, Angka kematian tinggi.
            Dilain sisi, tentu banyak kalangan sepakat bahwa Demokrasi adalah sistem yang dapat membawa keadilan dan kesejahteraan jika dijalankan dengan benar tanpa “Pembajakan”. akan tetapi, realitas dilapangan mengatakan tidak, kenapa? Karena Demokrasi adalah sistem impor, suka atau tidak dengan impor sebuah bangsa tidak akan mampu membangun peradabaanya sendiri. Karena demokrasi adalah sistem impor yang cocok ditempat asalnya maka demokrasi akan melakukan penyesuaian pada negara lain seperti indonesia, dan yang terjadi adalah demokrasi melakukan penggusuran ( Membangun Peradaban Indonesia, Firdaus Syam,2009). Masyarakat yang tidak mempunyai kapital, yang tidak mempunyai informasi dan akses komunikasi yang  modern ya itu yang akan tergusur, lantas mana keadilannya?. Karena itu, bisa dikatakan inilah segelintir sebab atau inilah cikal bakal kesenjangan di indonesia, tidak hanya dalam ekonomi, tetapi dalam hak politik dan sosialnya.
            Inilah problem bangsa saat ini, kesenjangan ekonomi yang berujung pada semakin meningkatnya perumahan kumuh, kejahatan, kesehatan buruk, dll membuat bangsa ini seakaan belum bisa dikatakan berperadaban yang mana salah satunya adalah karena kita impor sistem. Oleh karena itu, perlu ada gagasan atau gerakan perubahan untuk memelopori kebangkitan bangsa indonesia.

Reference :
Ketchum M Richard. “Demokrasi Sebuah Pengantar”2004.Niagara
Syam Firdaus.”Building a Civilization Indonesia”.2009.GEMA INSANI.Jakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FENOMENA CALON INDEPENDEN TERHADAP ISU DEPARPOLISASI PADA PILKADA DKI JAKARTA 2017

Deparpolisasi menurut KBBI adalah pengurangan jumlah partai politik [1] , secara umum deparpolisasi dapat diartikan sebagai berkurangnya peran-peran partai politik bahkan peniadaan partai politik. Dalam dunia perpolitikan, negara tentu mengharapkan pemilu yang demokratis karenanya partisipasi politik warganegara adalah sebuah kebutuhan. Demokrasi tanpa keikutsertaan rakyat adalah sesuatu yang nihil. Keterlibatan serta partisipasi rakyat diharapkan dapat menentukan arah kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan berbagai persoalan negara, terutama menyangkut kepentingan rakyat umum (banyak). Menyangkut pernyataan diatas, bahwa pemilu dapat diartikan sebagai hal yang sangat sakral karena disanalah nasib dari jutaan masyarakat disuatu wilayah ditentukan oleh siapa pemimpinnya. Dalam kontestasi politik tentu partai politik sengat gencar dalam mengkampanyekan kader terbaiknnya agar dapat dipilih oleh rakyat. Tetapi, seiring berjalannya waktu banyak kader dari partai politik yang gag

BINATANG BERTUBUH MANUSIA

Assalamualaikum Wr.Wb Dalam tulisan ini penulis akan membahas fenomena-fenomena politik didalam sebuah kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Kita tentu mengenal masa transisi jabatan dalam sebuah pemerintahan, Pergantian kekuasaan dari periode yang awal ke periode yang selanjutnya. Dalam hal ini, proses penetapan calon-calon yang akan duduk sebagai jajaran pemerintahan baru sudah sangat jelas dilakukan oleh Kelompok, baik partai dsb. Yang perlu diperhatikan, proses penetapan calon tersebut bukanlah dengan cara sembarangan, perlu proses seleksi yang sangat rumit agar muncul calon-calon yang benar-benar berkompeten dan mempunyai track record yang jelas. Karena kalau tidak, pemerintahan itu nantinya akan berjalan seperti halnya sesorang yang amatiran. Itulah hal ideal dalam sebuah proses penetapan jajaran pemerintahan.             Tetapi disisi lain, Realitas yang terjadi mengatakan sebaliknya meskipun tidak general. Banyak didaerah-daerah tertentu pemerintahan dipegang oleh seor

Era Post Truth dan masa depan politik indonesia

Oleh Anak Agung MIP Menelisik beberapa kejadian yang sering muncul akhir-akhir ini, entah kebiasaan netizen di media sosial (semisal twitter, Facebook,IG) tentang ujaran-ujaran yang tidak koheren dengan realitas yang ada, menyebabkan stigma berkembang lebih cepat dan tidak terkontrol. Sampai mengkontruksi masyarakat untuk berfikir secara dangkal dan tidak kritis. Akibatnya, segala diskursus publik kepada masyarakat, diarahkan menuju hal-hal yang tidak substansial. Publik dibiasakan melihat masalah sebatas apa yang ditangkap oleh indrawi, tidak diajarkan untuk menggunakan mata akal. Sehingga, segala problematika yang tersodorkan di media tidak pernah disikapi secara kritis oleh masyarakat kita. Jarang sekali penalaran publik sampai ke dasar permasalahan, karena ketidakmampuan akal untuk melihat sisi yang hanya bisa dideteksi oleh mata akal; bukan indra mata. Lalu kita bertanya, kenapa bisa begitu? Jika kita cek secara teoritis, kemunduran akal tersebut biasanya dikataka